Kamis, 27 April 2017

Tanaqud



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
                        Mantiq adalah alat atau dasar yang penggunaannya akan menjaga kesalahan dalam berpikir. Lebih jelasnya, Mantiq adalah sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula berpikir, sehingga seseorang yang menggunakannya akan selamat dari cara berpikir salah. Manusia sebagai makhluk yang berpikir tidak akan lepas dari berpikir. Namun, saat berpikir, manusia seringkali dipengaruhi oleh berbagai tendensi, emosi, subyektifitas dan lainnya sehingga ia tidak dapat berpikir jernih, logis dan obyektif. Mantiq merupakan upaya agar seseorang dapat berpikir dengan cara yang benar, tidak keliru.
Sebelum kita pelajari masalah-masalah mantiq, ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan "berpikir".
Berpikir adalah proses pengungkapan sesuatu yang misteri (majhul atau belum diketahui) dengan mengolah pengetahuan-pengetahuan yang telah ada dalam benak kita (dzihn) sehingga yang majhul itu menjadi ma'lûm (diketahui).
Faktor-Faktor Kesalahan Berpikir 1. Hal-hal yang dijadikan dasar (premis) tidak benar. 2. Susunan atau form yang menyusun premis tidak sesuai dengan kaidah mantiq yang benar.
B. Rumusan Masalah
 Didalam Makalah ini akan dirumuskan beberapa masalah diantaranya     adalah sebagai berikut:
            1. Apa pengertian Tanaqudl?
            2. Bagaimana metode pembuatan Tanaqudl?
            3. Apa pengertian ‘Aks Mustawi?
            4. Bagaimana metode pembuatan ‘Aks Mustawi?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tanaqudl
1.      Pengertian Tanaqudl
Tanaqudh secara bahasa adalah menetapkan sesuatu dan menghilangkannya. Dan menurut istilah, adakah perbedaan antara dua qadhiyah dakam segu kaif (positif-negatif) yang akan menetapkan salah satu diantaranya dan yang lain salah. karena secara logika, dua perkara yang berlawanan tidak mungkin keduanya sama-sama salah atau keduanya sama-sama benar.
contoh:
 Pernyataan I كل انسان حيوان (semua manusia adalah hewan)
Pernyataan II بعض الانسان ليس بحسوان (sebagian manusia bukan   hewan).

Pernyataan I dan II adalah dua qodhiyah yang saling berlawanan. Dan hal ini menetapkan salah satu qodhiyah benar, yaitu pernyataan I, dan yang lain salah, yaitu pernyatan II.[1]
“Tanaqudh” menurut istilah mantiq, yaitu: berbedanya dua qodhiyyah dipandang dari ijab (kepastian) salibah (tidak)nya dan kebenaranya.
Kalau dua qodhiyyah berbeda (tanaqudh) dengan sendirinya salah satu dari qodhiyyah itu pasti benar, dan yang lain tidak benar.
2.   Cara membuat tanaqudh, adalah: apabila qodhiyyahnya memakai:
a.         Qodhiyyah syakhshiyyah atau qodhiyyah muhmalah, cukup berubah kaifnya (kepastian tidaknya,ijab salibahnya), umpama:
Yang asalnya: Kholid menulis (ijab) dirubah menjadi, Kholid tidak menulis (salab)
Yang asalnya: manusia itu hewan, cukup dirubah menjadi: manusia itu tidak hewan.
زيد كاتب   -manjadi-     ليس زيد بكاتب
الانسان حيوان    -menjadi   الانسان ليس بحيوان    -
Jadi hanya berubah yang asalnya mujabah menjadi salibah
b.        Qodhiyyah musawwaroh, cara mentanaqudkan, yaitu dengan merubah “soer”nya. Jadi kalau qodhiyyahnya:
1)    Mujabah kulliyah: semua manusia  itu hewan, naqidhnya dengan salibah juz’iyyah:  tidaklah sebagian  manusia itu hewan.
2)    Salibah kulliyah:  tidaklah setiap  manusia itu batu, naqidhnya dengan mujibah juz’iyyah: sebagian  manusia itu batu.[2]

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa ada beberapa model pertentangan yang tidak termasuk tanaqudh. sebagimana dibawah ini.
1. Pertentangan kata tunggal (mufrad) dengan tunggal.
   زيد (zaid) dan لا زيد (bukan zaid)
2. Pertentangan antara kata tunggal dan qodhiyah.
   زيد (zaid) dan عمرو قا ئم (umar adalah orang yang berdiri)
3. Dan beberapa model pertentangan lainnya, seperti pertentangan antara
duo qodhiyah dalam segi waktu, tempat, kekuatan, juz, kulliyah, alat, 'ilat, tamyiz dan lain-lain, disertai kaif yang sama.

Contoh-contoh tanaqudh terangkum dalam 4 (empat) contoh dibawah ini:
 1. Qadhiyah syakhshiyah
 زيد ليس بكاتب  >< زيد كاتب
 zaid adalah seorang penulis >< zaid adalah bukan seorang penulis.
2. Qadhiyah muhmalah
الاسان ليس بحيوان  >< الانسان حيوان
Manusia adalah hewan >< manusia adalah bukan hewan
3. Qadhiyah kulliyah
 بعض الانسان ليس بحيوان >< كل انسان حيوان
 semua manusia adalah hewan >< sebagian manusia bukanlah hewan.
4. Qadhiyah juz'iyyah
لا شىء من الانسان بحجر  >< بعض الانسان حجر
sebagian manusia adalah batu >< tidak satupun manusia batu.[3]

 Syarat-syarat tanaqudl
                    Untuk menentukan benar tidaknya keputusan, diperlukan ittihad dan ittifaq  (kesatuan dan kesamaan) antara unsur-unsurnya, yaitu:
a. Ittifaq Wahdah Fil-Maudhu’ (sesuai dengan unsur maudhu’nya)
contoh:
اَحمد فاهم احمد غير فاهم
احمد فاهم ابراهم غير فاهم
b. Ittifaq Wahdah Fil-Mahmul (sesuai dengan unsur mahmulnya)
   contoh:
   اتفاق: فهمي قائم فهمي ليس بقائم
   غير اتفاق: فهمي قائم فهمي ليس بقائد
c. Ittifaq Wahdah Fil-Zaman (sesuai dengan segi waktunya)
   contoh:
   اتفاق: عارف ذاهب الأن, عارف ليس بداهب الأن
   غير اتفاق: عارف ذاهب الأن, عارف ليس بذاهب غدا
d. Ittifaq Wahdah Fil-Makan (sesuai dalam segi tempat)
   contoh:                                                                                                                       
                        اتفاق: سالم قاعد امام المدرس, سالم ليس بقاعد امام المدّرس
   غير اتفاق: سالم قاعد امام المدرس, سالم ليس بقاعد وراء المدّرس
                                   
e. IttifaqWahdah Fil-Quwah (sesuai dengan segi quwah)
   contoh:
   العنب خل بالقوّة, العنب ليس بخل بالقوّة
   العنب خل بالقوّة, العنب ليس بخل بالفصل
f. Ittifaq Wahdahfil-Fi’li (sesuai dalam segi taliy)
   contoh:
شاكر قائم بالفصل, شاكر ليس بقائم بالفصل
شاكر قائم بالفصل, شاكر ليس بقائم بالقوّة
g. Ittifaq Wahdah Fil-Juz’i (sesuai dalam segi juz’i (sebagian) dari segi                        mahmul-nya)
   contoh:
دخلان أكل بعض الخبز, دخلان غير أكل بعض الخبز
دخلان أكل بعض الخبز, دخلان غير أكل كلّ الخبز
h. Ittifaq Mahmul Fil-Kulli (sesuai dalam segi “kulli” (keseluruhan) dari objek mahmul-nya)
     contoh:
المدرس عالم كل فن العلم, المدرس ليس بعالم كلّ فن العلم
المدرس عالم كل فن العلم, المدرس ليس بعالم بعض فن العلم
i. Ittifaq Mahmul Fil-‘Alat (sesuai dalam segi alat)
contoh:
ديدي ضارب بالسوط, ديدي ليس بضارب بالسوط
j. Ittifaq Wahdah Fil-‘Illat (sesuai dalam segi alasan)
   contoh:
توفيق مهرول خوفا, توفيق ليس بمهرول خوفا
توفيق مهرول خوفا, توفيق ليس بمهرول خوفا
   Taufiq lari terbirit-birit ketakutan;taufiq tidak lari terbirit-birit ketakutan
   Taufiq lari terbirit-birit ketakutan;taufiq tidak lari terbirit-birit karena tergesa-gesa (ingin bertemu segera).

k. Ittifaq Wahdah Fisy-Syarti (sesuai dalam segi syarat)
   contoh:
بدر الدين ينجح فى الامتحان, ان اجتهد
بدر الدين لم ينجح فى الامتحان, ان اجتهد
بدر الدين ينجح فى الامتحان, ان اجتهد
بدر الدين لم ينجح فى الامتحان, ان لم اجتهد
   Badrudin lulus dalam ujian jika ia sungguh-sungguh;
   Badrudin tidak lulus dalam ujian jika tidak sungguh-sungguh
   Badrudin lulus dalam ujian jika ia sungguh-sungguh;
   Badrudin tidak lulus dalam ujian jika tidak sungguh-sungguh


l. Ittifaq Wahdah Fil-Idhafah (sesuai dalam segi idhafah (penyadaran))
   contoh:
معصوم اب لاحمد, معصوم ليس باب لاحمد
معصوم اب لاحمد, معصوم ليس باب لدخلان
   Ma’sum, bapak si Ahmad; Ma’sum bukan bapak si Ahmad.
   Ma’sum, bapak si Ahmad; Ma’sum bukan bapak si Dahlan.

Dari contoh-contoh tersebut dapatlah disimpulkan bahwa jika sebuah tanaqudh qadhiyah (perlawanan dalam pernyataan) terdapat kesatuan dan kesesuaian antara kedua qadhiyahnya dalam 12 segi tersebut, tanaqudh itu benar sehingga dapat ditentukan berdasarkan mana yang benar dan mana yang salah dari kedua qadhiyah.[4]

B. ‘Aks Mustawy
     1. Pengertian ‘Aks Mustawy
'Aks menurut bahasa adalah mengganti dan membalik. Menurut istilah, 'aks adalah qadhiyah yang mengalami perubahan (pembalikan).[5]
Definisi ‘Aks Mustawy
العكس المستوى تبديل طرفى القضيّة مع الصدق والكيف
Aks mustawiy adalah menggantikan posisi Maudhu’ dan Mahmul Qadhiyah dengan tetap terpelihara aspek ‘kebenaran’ serta aspek ‘positif’ dan ‘negatif’.

Yang dimaksud dengan “tabdil” dalam definisi di atas adalah menjadikan atau memindahkan posisi maudhu’, menjadi mahmul (pada Qadhiyah Hamliyah) dan muqoddam menjadi  taliydan sebaliknya. Yaitu, menjadikan atau menggantikan posisi mahmul menjadi maudhu’, dan taliy  menjadi muqoddam. Qadhiyah yang akan dibuat aks disebut “ashl” (asal); sedangkan Qadhiyah yang posisinya sudah diubah disebut Aks.[6]

Semua qodhiyyah, dapat di ‘aks mustawie-kan, caranya hanya  dengan membalik qodhiyyah itu (yakni, lafadhnya maudhu’ menjadi lafadhnya mahmul, dan lafadhnya mahmul menjadi maudhu’) kecuali qodhiyyah mujabah kulliyah. Contohnya seperti:
 كاتب الانسان   menjadi  الكاتب انسان
“manusia itu dapat manulis”, aksnya: “yang dapat menulis itu manusia”. Demikianlah itu samasekali tidak merubah kaif (ijab-salab)nya dan kam (soer)nya, akan tetapi kebenarannya, persesuaiannya tidak berubah. Kalau qodhiyyahnya: mujabah kulliyah.
Misalnya:  كل انسان حيوان    ‘aksnya harus memakai mujabah juz’iyyah, misalnya: بعض الحيوان انسان semua manusia itu hewan, ‘aksnya: sebagian hewan itu manusia.
Jadi hanya qodhiyyah mujabah kulliyah saja yang tidak boleh dibalik begitu saja, tanpa merubah kaifnya/kamnya. Demikian pula sebaliknya.[7]

2.  Macam-macam ‘Aks Qadhiyah
   Ketentuan pembuatan Aks Mustawiy pada Qadhiyah Hamliyah adalah sebagai berikut:
-          Jika mujabah kulliyah, aks-nya mujabah juz’iyyah. Contoh:
Semua batuan adalah benda keras (ashl)
Sebagian nemda keras itu batu (‘aks)

-          Jika mujabah juz’iyyah, aks-nya mujabah juz’iyyah. Contoh:
Sebagian orang Indonesia itu dokter (ashl)
Sebagian dokter itu orang Indonesia (aks)

-          Jika salibah kulliyah, aks-nya salibah kulliyah. Contoh:
Tidak satu pun kitab itu pena (ashl)
Tidak satu pub pena itu kitab (aks)

-          Jika salibah juz’iyyah, aks-nya tidak bisa dibuat sebab maknanya tidak akan benar, contoh:
Bukanlah sebagian barang tambang itu eman.[8]

               Semua qodhiyyah itu dapat di ‘aks mustawikan, kecuali qodhiyyah salibah juz’iyyah dan qodhiyyah muhmalah salibah, sebab muhmalah itu bisa dikatakan (seolah-olah) juz’iyyah, hanya lafadhnya saja yang lain, jadi kalau salibah muhmalah sama dengan salibah juz’iyyah di dalam artinya, padahal salibah juz’iyyah tidak dapat di’aks mustawikan. Maka qodhiyyah:
1. a. Tidak sebagian hewan itu manusia dan
b. manusia itu tidak hewan. Tidak bisa di’akas begini:
2. a. Tidak sebagian manusia itu hewan atau pun
b. semua manusia itu hewan, serta hewan itu tidak manusia.
Sedangkan selain dua qodhiyyah tersebut dapat di’akas mustawikan.
Dengan demikian ada tiga macan qodhiyyah yang tidak dapat di’aks mustawikan, yaitu:
-          Tidak sebagian hewan itu manusia.
-          Tidak sebagian hewan itu tidak manusia.
-          Manusia itu tidak hewan.[9]

   Ketentuan pembuatan ‘Aks Mustawiy pada Qadhiyah Syartiyah Munttashilah adalah sama seperti pada Qadhiyah Hamliyah, yaitu sebagai berikut:
-          Jika mujabah juz’iyyah, aks-nya mujabah juz’iyyah. Contoh:
Manakala realitas itu tumbuh berkembang, mereka mesti membutuhkan makanan (ashl).
Terkadang terjadi jika realitas itu membutuhkan makanan, maka mesti yang tumbuh berkembang (aks).

Manakala api itu ada, maka panas pun ada (ashl)
Terkadang terjadi, jika panas itu ada, maka api pun ada (aks).

-          Jika mujabah juz’iyyah, ‘aks-nya mujabah juz’iyyah. Contoh:
Terkadang terjadi, jika orang itu berada dirumah, maka ia tidur (ashl).
Terkadang terjadi, jika orang itu tidur, maka ia berada dirumah (‘aks).

Terkadang terjadi, jika mahasiswa itu bersungguh-sungguh, ia lulus dalam ujian (ashl).
Terkadang terjadi, jika mahasiswa itu lulus dalam ujian, ia bersungguh-sungguh (‘aks)

-          Jika salibah kulliyah, ‘aks-nya pun salibah kulliyah. Contoh:
Tidaklah sama sekali, jika manusia itu beradab, ia biadab (ashl)
Tidaklah sama sekali, jika manusia itu biadab, ia berdab (‘aks)

-          Jika salibah juz’iyyah, maka ‘aks-nya tidak bisa dibuat sebab akan salah. Contoh:
       قد لا يكون اذا كان هذا معدنا كان ذهبا
Dalam pada itu, untuk Qadhiyah syarthiyah munfashilah tidak terdapat ‘aks-nya, sebab dalam Qadhiyah syarthiyah munfashilah tidak terdapat keteraturan alamiah (tartib thabi’i), yang ada padanya adalah keteraturan penempatan yang tidak mungkin untuk dibuat aksnya (tartib wadh’i).[10]

Dalam hal ini 'aks mustawi memiliki beberapa ketentuan;
1. Tetapnya kebenaran. Hal ini dikarenakan setiap 'aks mustawi adalah kelaziman dari sebuah qadhiyah, sehingga apabila qadhiyah asalnya benar, maka 'aks mustawi-nya juga benar. Mengecualikan susunan yang kebenaran di dalamnya tidak tetap, contoh ;
·  كل انسان حيوان (Semua manusia adalah hewan), menjadi;
·   مل حيوان انسان (Semua hewan adalah manusia).
Maka tidak dinamakan 'aks mustawi.
Dan mengecualikan susunan yang tetapnya kebenaran hanya bersifat kebetulan (bukan kelaziman), contoh;
·  كل انسان ناطق (Setiap manusia bisa berpikir), menjadi ;
·   كل نا طق انسان (Setiap yang bisa berpikir adalah manusia).
Hal ini dikarenakan mahmul dan mawdlu' sama (setingkat). Sehingga apabila kata ناطق diganti dengan حيوان maka kebenaran menjadi hilang, karena mahmul dan mawdlu' tidak sama (setingkat).

2. Tetapnya kaifiyah (ijab-salb).

3. Tetapnya kamm (kulliyah-juz'iyyah). Kecuali dalam mujabah kuliyyah, maka diganti dengan mujabah juz'iyyah. Contoh ;
·  كل انسان حيوان (Semua manusia adalah hewan), menjadi;
·  بعض الحيوان انسان (sebagian hewan adalah manusia).

4. Setiap qadhiyyah memiliki kelaziman 'aks mustawi, kecuali dalam juz'iyyah salibah dan muhmalah salibah. Karena tidak ada kebenaran yang dihasilkan secara kelaziman.

5. 'Aks mustawi hanya terdapat dalam qadhiyah yang diurutkan secara thab'iy, yakni susunan yang urutan di dalamnya menentukan makna. Qadhiyah yang memiliki susunan seperti ini adalah hamliyah (seperti contoh di atas) dan syarthiyah muttashilah. Contoh;
·  كلما كانت الشمس طا لعة كان النه‍ار موجودا (Setiap kali matahari terbit, maka siang pun menjadi ada), menjadi;
·   قد يكون اذا كان النه‍ار موجودا كانت الشمس طالعة (Terkadang saat siang, maka matahari pun terbit).
 Dan 'aks mustawi tidak terdapat dalam qadhiyah yang diurutkan secara wadh'iy (penyebutan), yakni dalam qadhiyah munfashilah. Contoh;
·  إما أن يكون العدد زوجا وإما أن يكون فردا (Adakalanya bilangan itu genap dan adakalanya ganjil), menjadi;
·   إما أن يكون العدد فردا وإما أن يكون زوجا (Adakalanya bilangan itu ganjil, dan adakalanya genap).
Pembalikan ini tidak dinamakan 'aks mustawi, karena urutan dalam contoh ini tidak menentukan makna, akan tetapi diserahkan kepada kehendak pembicara.[11]
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
      Cara membuat tanaqudh, adalah: apabila qodhiyyahnya memakai:
a. Qodhiyyah syakhshiyyah atau qodhiyyah muhmalah, cukup berubah kaifnya (kepastian tidaknya,ijab salibahnya).
b.  Qodhiyyah musawwaroh, cara mentanaqudkan, yaitu dengan merubah “soer”nya.
      Semua qadhiyyah dapat di ‘aks  mustawikan dan dimungkinkan dapat di ‘aksmustawikan kecuali:
1. Salibah juz’iyyah.
2. Salibah muhmalah.
3. Syarthiyyah munfashilah.
     1. dari qodhiyyah musawaroh
     2. dari qodhiyyah muhmalah.
     3. dari qodhiyyah syarthiyyah.
Yang dapat dan mungkin di’aks mustawikan:
1. syarthiyyah muttashilah-syarthiyyah.
2. mujabah muhmalah-muhmalah.
3. mujabah kulliyah-musawwarah/kulliyah.
4. salibah kulliyah-musawwaroh/kulliyah.
5. mujabbah juz’iyyah-musawaroh/kulliyah.
6. hamliyah-hamliyah.

DAFTAR PUSTAKA

Sambas Syukriadi.1996.MANTIK Kaidah berpikir Islami.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

Mustofa Cholil Bisri.1989.Ilmu MANTIQ tarjamahan assullamul munauroq.pt.alma’arif.penerbit.percetakan.offset.

Azka Darul dan Nailul Huda.2012.Sulam al-Munawraq.Lirboyo


[1] Darul Azka dan Nailul Huda, Sulam al-Munawraq kajian dan penjelasan Ilmu Mantiq, (Santri salaf press,2012), hal. 81
[2] Cholil Bisri Musthofa, Ilmu Mantiq “tarjamahan assulamul munauroq”, (Rembang: PT. Al-ma’arif,1989), hlm. 39-40
[3] Darul Azka dan Nailul Huda, Op.Cit., hlm. 81-82
[4] Drs.H. Syukriadi Sambas, Mantik (Kaidah Berpikir Islami), (Bandung: Remaja Rosdakarya,1996), hlm.100-103
[5] Darul Azka dan Nailul Huda, Op.Cit., hlm. 83
[6] Drs.H. Syukriadi Sambas, Op.Cit.,hlm.108
[7] Cholil Bisri Musthofa, Op.Cit., hlm. 40
[8] Drs.H. Syukriadi Sambas, Op.Cit.,hlm. 108-109
[9] Cholil Bisri Musthofa, Op.Cit.,hal.41-42
[10] Drs.H. Syukriadi Sambas, Op.Cit.,hlm. 110-111
[11] Darul Azka dan Nailul Huda, Op.Cit., hlm. 84-85